Seperti India, Indonesia Berisiko Mengalami Lonjakan Kasus Covid-19, Begini Kata Ahli
Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian RS Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), dr Tonang Dwi Ardyanto, menyebut Indonesia harus belajar dari kasus Covid 19 di India. Tonang menyebut, risiko membludaknya kasus konfirmasi dan kematian akibat Covid 19 di India tidak menutup kemungkinan juga bisa mengancam Indonesia. "Dengan berusaha mengambil sudut pandang positif, kita memang memiliki risiko untuk bisa seperti India."
Tonang menyebut, fenomena di India harus dicegah agar tidak terjadi di Indonesia. "Kasus India kita jadikan musuh bersama, bukan Indianya, tapi fenomena di India kita jadikan musuh bersama supaya tidak terjadi di tempat kita." "Kemarin kalau merasa pemerintah lamban, kurang sigap, kita lupakan dulu."
"Yang penting ke depan jangan sampai mengulangi fenomena India," ungkapnya. Cara yang bisa dilakukan, lanjut Tonang, ialah kembali menggalakkan 3T (testing, tracing, treatment) dan 3M (mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, menjaga jarak). "Jelas sekarang setelah beberapa bulan pemerintah kendor testing tracing, kita giatkan lagi. Masyarakat yang kendor 3M, kita giatkan lagi."
"Nanti vaksinasi tetep jalan, 3T 3M kita jalankan, yang kita punya ini," ungkapnya. Tonang menyebut, tidak mungkin bisa membuat vaksin yang bisa mengikuti perkembangan mutasi virus. "Tetapi kalau kita mencegah virusnya tidak berkembang, bisa."
"Dengan 3M tadi, virus akan selesai karena tidak ada tempat baru," ungkap Tonang. Adapun diketahui, infeksi virus corona di India melewati angka 18 juta pada Kamis (29/4/2021) dengan hampir 380.000 kasus baru Covid 19, memecahkan rekor dunia. Ledakan infeksi, yang sebagian disebabkan oleh varian baru virus corona serta peristiwa politik dan keagamaan massal, telah membanjiri rumah sakit dengan kekurangan tempat tidur, obat obatan, dan oksigen yang parah.
Menurut data Kementerian Kesehatan, India melaporkan 379.257 kasus baru dan kematian 3.645, menjadikan total infeksi menjadi 18,38 juta dan orang meninggal akibat Covid 19 menjadi 204.832. Bulan ini saja, India telah menambah lebih dari 6 juta kasus baru virus corona. Sejatinya, Kepala Penasihat Ilmiah Pemerintah India, K. Vijay Raghavan, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Indian Express, pemerintah bisa berbuat lebih banyak untuk mempersiapkan gelombang kedua.
"Ada upaya besar oleh pemerintah pusat dan negara bagian dalam meningkatkan infrastruktur rumah sakit dan perawatan kesehatan selama gelombang pertama." "Tapi, karena gelombang itu menurun, mungkin begitu juga perasaan terdesak," katanya, seperti dilansir Kontan. "Tetapi, tidak mungkin untuk meningkatkan kapasitas sistem kesehatan masyarakat dalam satu tahun ke tingkat yang cukup untuk mengatasi apa yang kita lihat sekarang," ujar dia, seperti dikutip Channel News Asia.
Krisis ini sangat parah di New Delhi, dengan orang meninggal di luar rumah sakit yang penuh sesak, di mana tiga orang sering terpaksa berbagi tempat tidur. Ambulans telah membawa jenazah korban Covid 19 ke fasilitas krematorium darurat di taman dan tempat parkir, tempat jenazah dibakar di deretan tumpukan kayu bakar. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan dalam pembaruan epidemiologi mingguannya, India menyumbang 38 persen dari 5,7 juta kasus yang dilaporkan di seluruh dunia minggu lalu.
Jumlah korban virus corona di India melonjak melampaui 200 ribu orang pada Rabu (28/4), yang menjadi hari paling mematikan di India. Kekurangan oksigen, pasokan medis, dan staf rumah sakit menambah rekor jumlah infeksi baru. Dalam gelombang kedua Covid 19, setidaknya 300 ribu orang dinyatakan positif setiap hari selama satu minggu terakhir.
Fasilitas kesehatan dan krematorium kewalahan sehingga bantuan dari internasional makin mendesak. Dalam 24 jam terakhir India mencatatkan 360.960 kasus baru. Ini adalah angka kasus harian terbesar di dunia dan melambungkan total jumlah kasus di India menembus angka 18 juta. Hari ini juga menjadi hari paling mematikan sejauh ini, dengan 3.293 korban jiwa sehingga total jumlah kematian di negara itu menjadi 201.187 orang.
Kantor berita Reuters melaporkan, Rabu (28/4), para pakar yakin penghitungan resmi jauh di bawah jumlah korban sebenarnya di negara berpenduduk 1,3 miliar itu. Di Ibu Kota, New Delhi, ambulans berbaris berjam jam untuk membawa korban Covid 19 ke fasilitas krematorium darurat di taman dan tempat parkir, tempat mayat dibakar menggunakan kayu bakar. Para pasien, banyak yang kesulitan bernapas, berbondong bondong ke kuil Sikh di pinggiran kota, berharap mendapatkan oksigen dari pasokan yang terbatas.
Rumah sakit di dan sekitar ibu kota India mengatakan oksigen masih langka, meskipun ada komitmen untuk meningkatkan pasokan. "Kami menghabiskan hari dengan menurunkan kadar oksigen pada ventilator dan perangkat lain karena tangki kami menunjukkan tingkat penurunan yang mengkhawatirkan," tulis Dr Devlina Chakravarty, direktur pelaksana rumah sakit Artemis di pinggiran Gurgaon, di surat kabar Times of India. "Kami melakukan ratusan panggilan dan mengirim pesan setiap hari untuk mendapatkan kuota oksigen harian kami."
Kepala Menteri Delhi, Arvind Kejriwal, mengatakan orang orang jatuh sakit lebih parah dengan waktu yang lebih lama, makin menambah tekanan. "Gelombang saat ini sangat berbahaya," katanya. "Ini (virus corona) sangat menular dan mereka yang tertular tidak dapat pulih secepatnya. Dalam kondisi ini, bangsal perawatan intensif sangat dibutuhkan," imbuhnya.